GORONTALO-Pejuang para pahlawan saat merebut dan mempertahankan Kemerdekaan Inonesia menarik untuk dibahas salah satunya adalah Kisah Nani Wartabone.
Dari sekian banyak Pahlawan pejuang kemerdekaan nama Nani Wartabone mungkin masih terlalu asing dan tidak begitu di kenal oleh rakyat Indonesia seperti seterkenalya soekarno. Namun bagi para rakyat Gorontalo, sosok Nani Wartabone merupakan salah satu kebanggaan yang sangat dikagumi dan dimiliki oleh orang gorontalo.
Orang Gorontalo punya pahlawan, seorang pejuang masa remajanya hingga akhir hayatnya menunjukan kecintaanya terhadap NKRI bernama Nani Wartabone. Pantungnya berdiri megah di pusat kota Gorontalo sebagai ikon kebangaan negeri yang dijuluki serambi Medinah.
Nani wartabone Lahir di suwawa, sungai Bone pada 30 April 1907 dengan nama asli Abdul Kadir Wartabone. Sementara nama Nani Wartabone adalah nama pemberian Ayah dan Bundanya, serta saudara-saudaranya dengan artian panggilan kesayangan.
Nani Wartabone memiliki Ayah yang beranama Zakaria Wartabone seorang tuan tanah dan kepala distrik di desanya dan juga sebagai aparat yang bekerja untuk pemerintahan Hindia Belanda. Sedangkan Ibunya keturunan ningrat di daerah asalnya.
Awal Lahirnya semangat Patriotik Nasionalisme Nani Wartabone diawali ketika Nani Wartabone mulai bersekolah. Nani mengenyam Pendidikan yang cukup baik, mulanya bersekolah di MULO Tondano dan kemudian mampu bersekolah hingga ke Surabaya.
Nani memiliki pandangan berbeda terhadap penjajah. Dia tidak betah bersekolah karena, menurutnya, guru-guru yang berkebangsaan belanda terlalu mengistimewakan bangsa barat, dan merendahkan derajat bangsa Indonesia.
Saat Ibunya jatuh sakit dan berobat ke Surabaya, Nani Wartabone Ikut mendampingi Ibunya dan bersekolah disana. Selain bersekolah, Nani wartabone juga selalu mengikuti pertemuan dengan para tokoh pemuda antara lain Soekarno. Dia banyak mendengar dan mengikuti forum dialog yang dihimpun oleh para tokoh tersebut.
Pandangan mereka akan cinta tanah air menjadi cita-cita Nani Wartabone saat pulang ke gorontalo.
Pengaruh pandagan pemuda dan berbagai pemikiran nasionalisme dari berbagai tokoh itulah yang menjiwai perjuangan dan kepribadianya sampai ia balik ke gorontalo. Setibanya di kampung halamanya, Nani Wartabone menggerakan rakyat untuk menentang belanda. Ia menanamkan cita-cita kemerdekaan kepada masyarakat. Kiprahnya bermula, ketika ia mendirikan dan menjadi sekertaris Jong Gorontalo di Surabaya, pada 1923. Lima tahun kemudian, ia menjadi ketua Partai Nasional Indonesia (PNI) Cabang gorontalo.
Selain Pergerakan Politik, Nani Wartabone juga memberikan kontribusi pada gerakan pendidikan dan ekonomi kerakyatan. Dia membentuk persatuan Tani di gorontalo pada November 1927 di gorontalo. Pada 1932 ia mendirikan sekolah Desa Muhammadiyah di Suwawa.
Kehebatan Pak Nani Wartabone dari segi mistis pun tak luput dari pemberitaan sejarah. "Nani Wartabone" dikabarkan bisa menghilang, bisa menjadi benda apa saja yang dia mau, seperti berubah menjadi pohon besar. Bahkan menurut sejarah, Bapak Nani Wartabone pernah lolos beberapa kali pada saat percobaan pembunuhan. Seperti contoh kala itu, Nani Wartabone ditangkap dan akan ditembak mati. Namun, entah ada hal gaib apa, seluruh senjata Belanda itu tidak meledak," Ungkap Abdul" salah seorang saksi sejarah.
Kemudian, Nani wartabone juga pernah diikat kaki dan tangannya menggunakan tali lalu di kerek dengan mobil, tetapi para penjajah tidak mampu menarik tubuh Nani Wartabone. "Hingga Akhirnya belanda tunduk dan meninggalkan gorontalo, "Abdullah" menandaskan dengan penuh semangat.
Konon, Nani Wartabone memiliki bermacam kekuatan yang saat itu membentengi dirinya saat berada dalam medan pertempuran.
Hal ini disampaikan juga oleh salah satu putranya, Yos Wartabone yang juga merupakan satu-satunya saksi sejarah yang masih hidup dari kesebelas putra Ayahnya, ia yang menyaksikan langsung perjuangan Ayahnya, bukan merupakan sebuah dongeng belaka, melainkan bagian dari sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia.
"Tanggal 23 Januari 1942 atau dua tahun sebelum Indonesia merdeka, masyarakat Gorontalo itu berhasil mengusir penjajah yang dipimpin langsung oleh ayah saya, dan sampai dengan saat ini ia dikenal dengan Pahlawan Nasional. Hari kemerdekaan itu dikenal dengan Hari Patriotik, " Ungkapnya.
Ia menambahkan ayahnya bisa mengusir penjajah hanya dengan senjata tradisional.
"Yang dipaki ayah saya waktu itu hanya sebuah tombak dan pedang, peralatan seadanya. Tetapi dengan kegigihan dan usaha, mampu menumpas penjajah yang saat itu bersenjata lengkap," Ujar Yos.
"Yang dipaki ayah saya waktu itu hanya sebuah tombak dan pedang, peralatan seadanya. Tetapi dengan kegigihan dan usaha, mampu menumpas penjajah yang saat itu bersenjata lengkap," Ujar Yos.
Menurut buku sejarah, saat dijumpai wartawan disalah satu tempat Ibukota, pria bernama Nani Wartabone ditanya soal kemungkinan harus menghadapi lagi Militer Belanda seperti pada waktu perang kemerdekaan.
"Kita sudah biasa menhadapi belanda. Kalau belanda mengiginkan kekerasan, Kita pun harua menggunakan kekerasan. Kalau Belanda membandel, kita harus melangkah lebih jauh. Soal intervensi Negara lain, sudah kami rasakan waktu di sulawesi. " ujar pria dari Gorontalo itu.
Pernyataan ini sudah menegaskan bahwa Nani Wartabone benar-benar mencintai tanah airnya.
Pernyataan ini sudah menegaskan bahwa Nani Wartabone benar-benar mencintai tanah airnya.
Memaknai cinta tanah air dan memaknai jiwa patriotisme membela bangsa itu, kini ditularkan pula kepada generasi-generasi penerus bangsa melalui berbagai cara. Salah satunya, memupuk kesadaran Cinta tanah air dengan meneladani kisah seorang tokoh perjuangan Nani Wartabone.
Penulis : Alwy satingi
Matalensaku.blogspot